Kabupeten Tuban merupakan daerah pesisir yang terletak di Propinsi Jawa Timur. Bagi anda yang pernah melakukan perjalanan darat melalui jalur pantura, anda pasti tahu daaerah Tuban, mengingat sepanjang daerah ini di lewwati jalur Pantura (Jl. Daendels) yang membentang ±1000 km dari Anyer hingga Panarukan.
Kabupaten Tuban merupakan kawasan yang sangat subur, sepanjang mata memandang dapat kita jumpai hijaunya padi yang terhampar di petak-petak sawah para petani. Kelestarian hutan di Kabupaten Tuban juga masih sangat terjaga.Pepohonan rimbun yang menjulang tinggi bak gedung-gedung pencakar langit dapat dengan mudah kita temui.
Akan tetapi hijaunya padi dan rimbunnya hutan Kabupaten Tuban itu kini hanya tinggal cerita, sudah hampir setahun belakangan ini Kabupaten Tuban dilanda kekeringan hebat, akibatnya, tidak hanya sawah warga yang mengalami gagal panen, hutan yang semula hijau dan rimbun kini kondisinya kering kerontang.
Tepatnya di Kecamatan Montong, (±30 km barat daya dari pusat Kabupaten Tuban), di daerah ini kondisi hutan mengalami kekeringan yang sangat memprihatinkan. Sepanjang mata memandang hanya akan kita humpai pepohonan yang seakan merintih memohon tetesan air dari langit.
Saya yang merupakan warga Tuban benar-benar terkejut ketika beberapa waktu yang lalu melewati daerah ini, masih tergambar jelas di benak saya ketika terakhir kali melewati daerah ini, kawasan ini merupakan hutan yang sangat rimbun dan sejuk.
Tepatnya satu minggu yang lalu sejak tulisan ini di buat, saya berniat mengunjungi teman yang kebetulan tinggal di daerah Kecamatan Singgahan (±40 km dari pusat Kabupaten Tuban). Seperti yang sebelumnya saya paparkan di depan, sepanjang perjalanan hanya pepohonan kering yang dapat saya temui, bahkan hampir tak tersisa satupun daun yang menempel pada rantingnya. Berikut adalah suasana kekeringan yang berhasil saya abadikan :
Pepohonan yang dulu rimbun kini bahkan tak tersisa satu daun pun |
Tak ada yang bisa disalahkan memang, masyarakat, bahkan pemerintah pun tak punya kuasa apapun untuk menurunkan hujan di daerah ini. Semua masalah ini seharusnya kita kembalikan pada diri kita sendiri sebagai penghuni bumi yang sudah tua ini. Mungkin apa yang kita lakukan tidak berdampak langsung pada diri kita, tapi bagaimana dengan orang lain?
Didaerah ini contohnya, dampak dari pemanasan global akibat dari ulah kita semua sangat dirasakan oleh saudara-saudara kita yang tinggal di tempat seperti ini.
Perjalanan kembali saya lanjutkan menyusuru gersangnya daerah ini, pemandangan yang sama terus saya jumpai sepanjang ±10 km berikutnya, hingga dari kejauhan terlihat segerombolan pepohonan hijau yang seakan disirami setiap hari. Daerah yang sangat kontras jika di bandingkan dengan daerah yang saya lalui sebelumnya.
Suasana hijau nan kontras terasa saat memasuki daerah Kecamatan Singgahan |
Hingga akhirnya pertanyaan itu terjawab setelah saya menempuh beberpa kilometer berikutnya. Sebuah sungai kecil yang airnya tak begitu deras mengalihkan perhatian saya, sungai kecil itu bermuara kesebuah kolam cukup besar (mirip waduk). Dari penuturan warga setempat, air yang terkumpul didaerah ini akan di alirkan melalui parit-parit kecil dan digunakan sebagai sarana irigasi untuk menghidupi lahan mereka.
Kolam mirip waduk yang akan digunakan sebagai sarana irigasi |
Parit kecil yang digunakan untuk menyalurkan air dari kolam ke lahan warga |
Bijak, kata itulah yang pantas menggambarkan apa yang dilakukan warga Kecamatan Singgahan ini, ditengah musim kemarau yang hebat ini, mereka dengan sangat bijak menampung air yang jumlahnya sedikit kemudian mengalirkannya untuk menghidupi daerah sekitar mereka. Dengan adanya sistem irigasi sederhana ini, tidak hanya lahan warga yang rutin panen, tetapi secara tidak langsung sistem irigasi ini membuat lingkungan sekitarnya tetap hijau dan terjaga kelestariannya.
Tidak berhenti sampai disini, kolam irigasi kecil ini ternyata bisa diatur sehingga menghasilkan sebuah air terjun. Parit-parit kecil yang digunakan sebagai sistem irigasi hanya akan dialiri air dari pagi sampai siang hari saja. Sementara saat menjelang sore saluran parit akan ditutup sehingga permukaan air kolam akan naik, dan luapan dari air kolam inilah yang akan terjatuh kedataran rendah dibawahnya sehingga menghasilkan air terjun. Masyarakat daerah ini menyebutnya "Air Terjun Nglirip".
Foto dari atas (Daerah dataran rendah sebelum sisitem irigasi di tutup) |
Patut ditiru apa yang dilakukan masyarakat Kecamatan Singgahan ini, selain menghidupi lahan, mereka juga menciptakan sebuah potensi wisata yang sangat menjanjikan kedepannya. Sebuah tempat yang sangat menakjubkan serta membawa manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Nglirip, tempat inilah yang menjadi alasan hijaunya daerah Singgahan ini.
Belum selesai sampai disini cerita saya. Karena penasaran dengan penampakan air terjun Nglirip akhirnya saya putuskan menanti hingga sore hari sembari menunggu permukaan air kolam meluap. Setelah beberapa jam menunggu akhirnya terbayarlah penantian saya, Air Terjun Nglirip akhirnya menampakan wujudnya, airnya yang berwarna kehijauan menambah pesona Air Terjun Nglirip ini.
Penampakan air terjun nglirip setelah kolam meluap |
Hijaunya air nglirip ini kembali membangkitkan rasa penasaran saya untuk kesekian kalinya . Warna hijau itu bisa saja menandakan jika air tersebut kotor, akan tetapi dugaan itu sama sekali tidak terbukti, justru air Ngllirip ini sangat jernih hampir sejernih air mineral Aqua yang sering saya minum, hal ini tetntu kembali membuat saya takjub akan daerah ini
Kejernihan air Nglirip yang saya ambil kedalam botol plastik |
Dengan tersedianya air Nglirip yang jernih ini pasti sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar, apalagi di musim kemarau yang berkepanjangan ini warga Kecamatan Singgahan pasti tidak perlu resah tentang ketersediaan air bersih di daerah mereka , kapanpun mereka membutuhkan air bersih, Nglirip akan selalu menyediakan air itu untuk merek. Inilah yang disebut timbal balik antara manusia dan alam.
Sebuah hal yang harus kita sadari bersama, alam ibarat sebuah cermin yang memantulkan apa saja yang ada di hadapannya. Jika kita mengekspliotasi berlebihan dan merusaknya tanpa tanggung jawab, alam tentu akan murka terhadap kita, banjir, tanah longsor, kekeringan berkepanjangan, dan masih banyak lagi kemarahan alam yang bisa kapan saja kita rasakan. Hal itu juga berlaku sebaliknya, seperti apa yang telah saudara-saudara kita di Kecamatan Singgahan lakukan, mereka dengan bijaksana dan penuh rasa tanggung jawab melestarikan alam dengan cara mereka sendiri dan tetap mengambil manfaat dari alam itu sendiri.
Tidak perlu menanyakan apa yang diberikan lingungan pada kita, melainkan apa yang telah kita lakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan di sekitar kita. Kita tidak harus melakukan seperti apa yang telah dilakuan warga Kecamatan Singgahan-Tuban, cukup dengan hal-hal kecil di sekeliling kita seperti merawat tanaman di pekarangan rumah, menanam satu pohon dan tidak membuang sampah sembarangan, hal itu ssudah lebih dari cukup untuk melestarian lingkungan kita.
Lingkungan tidak pernah menuntut pada kita tentang apa yang telah kita perbuat padanya, kita sebagai manusia lah yang seharusnya lebih peka akan tanda-tanda yang telah diberikan ligkungan pada kita. Tidak perlu saling menuduh siapa yang harus bertanggung jawab atas semua kerusakan lingkungan yang telah terjadi, karena kelestarian lingkungan merupakan tanggung jawab kita bersama.